Awal tahun 2004. Washington D.C
Atas undangan pemerintah Amerika Serikat dalam Visiting Fellowship Programnya, saya akhirnya menginjakkan kaki di sini, setelah sebelumnya berada di beberapa negara bagian dan mengikuti semua jadwal yang sudah ditetapkan.
Saya menunggu-nunggu saat ini. Berdiri di hadapan bangunan gagah bertuliskan The Library of Congress.
Inilah perpustakaan terbesar yang pernah saya lihat. Bangunannya kukuh, menjulang tinggi. Koleksinya jutaan. Oleh seorang kurator Filipina, saya diajak berjalan-jalan, menuju ke section tentang Indonesia.
Beragam buku tentang Indonesia terpajang di sana. Ada karya Mc Turnan Kahin, Ben Anderson, hingga karya Pramoedya dalam bahasa Indonesia. Dari sini, saya di ajak ke ruang baca. Ruangan ini menyimpan koleksi buku yang –menurut kuratornya- jika dideretkan satu per satu, panjangnya setara jarak Washington menuju New York.
Di ruang baca ini, saya seperti memasuki sebuah istana nan megah. Didesain agak melingkar dengan atap menjulang, di seputaran dindingnya terhampar lukisan-lukisan indah. Buat saya, membaca di tengah keindahan seperti ini adalah ajakan masuk ke dunia literatur tanpa merasa capek sedikitpun. Saya rela tersesat disini.
Kota selanjutnya adalah Buffalo, kota terbesar kedua di negara bagian New York setelah New York City. Saya tahu kota ini identik dengan Niagara-nya. Maka, tentu saja, sebelum mengunjungi dan melihat seperti apa perpustakaan lokalnya, saya menikmati dahulu Air Terjun Niagara. Sayang, karena masih berada dalam puncak musim dinginnya, dan salju dimana-mana, Niagara tak seindah foto-foto di kartu pos yang biasa dijual di toko-toko souvenir.
Perpustakaan pemerintah Buffalo, meskipun bersifat lokal, tetap memiliki koleksi yang bervariasi yang –lagi-lagi- jika dideretkan seluruhnya, bisa mencapai panjang lima kilometer sendiri. Terbitan abad ke 18 hingga Harry Potter edisi kedua bisa ditemukan di bangunan berlantai lima ini.
Lima puluh persen anggota perpustakaannya adalah penduduk kota Buffalo. Setiap anggota berhak meminjam lima buku untuk dibawa pulang selama dua minggu. Jika dalam waktu enam bulan, sang anggota berkelakuan baik, tidak merusak buku, mengembalikan tepat pada waktunya, ia boleh meminjam buku sebanyak 18 buah selama dua minggu itu.
Menarik untuk mengetahui, beberapa ruangan di perpustakaan ini didedikasikan pada orang-orang tertentu. Sebut saja ruang Mark Twain. Tentu saja di sini, digelar semua karya dari penulis kesohor bernama asli Samuel Clemens ini. Ruangan ini bisa dinamai demikian karena pengarang The Adventures of Tom Sawyer dan Huckleberry Finn ini pernah singgah di kota itu. Selain, tentu saja, sebagai penghormatan atas hasil-hasil karyanya.
Suara langkah-langkah kaki yang riuh terdengar memasuki ruang Mark Twain. Saya melihat segerombolan anak-anak lagi tour ke sana. Kata pemandu saya, tour ini merupakan kegiatan rutin mereka bekerjasama dengan sekolah di Buffalo. Tujuannya memperkenalkan kecintaan pada buku sejak dini. Hmm, bagus.
Saya sempat menyebut bahwa perpustakaan ini amat variatif. Tidak cuma mengoleksi buku-buku serius dari jurusan ilmu sosial maupun ilmu alam, tapi juga novel-novel Harlequien, pun Chicklit. Buku anak-anak juga tersedia. Komik ada.
Awal tahun 2005. Perpustakaan lokal Los Angeles, California.
Ini perpustakaan yang kecil. Tapi tetap nyaman. Mendaftar menjadi anggota sangat mudah. Tinggal tunjukkan kartu identitas yang kita punya, foto diri, mengisi formulir, lalu diberi kartu anggota.
Memang sih, koleksi bukunya terbatas sekali. Tapi, akses internetnya bebas, meski dibatasi hanya satu jam. Tak cuma buku, disini juga ada video, DVD, dan majalah dari segala jenis. Banyak sekali anak-anak yang membaca disini. Saya ingat betul, saat saya sedang melihat-lihat buku di bagian biografi, ada seorang anak kecil, barangkali usia tujuh tahunan, sedang membaca biografi Oprah Winfrey. Selain membaca, mereka juga serius membaca komik, bermain game melalui internet, hingga yang sekadar berlarian ke sana ke mari.
Pernah memasuki perpustakaan a la ruko? Saya pernah.
Tempatnya ada di kota Terre Haute, kota yang cenderung bernuansa desa di negara bagian Indiana.
Kota ini tak memiliki transportasi umum seperti di New York. Berbeda dengan New York dimana mayoritas orang berjalan kaki, di sini semua orang mengandalkan mobil pribadi untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Dari Indiana State University, jarak menuju ke ‘ruko’ berisi buku-buku ini sekitar 20 menit, memakai sepeda. Saya sedikit terhenyak mengetahui ada public library di deretan toko-toko dan mini market. Saya masuk, dan langsung merasakan kenyamanan. Para petugas perpustakaannya ibu-ibu yang sudah tua. Saya memandang ke kiri dan kanan (bukan sekeliling) dan merasakan betapa kecilnya perpustakaan ini. Lebih kecil dari ruko di Bekasi. Fasilitas internet di sini gratis, dan bisa dipakai selama kita mau. Kecuali jika sedang ramai, maka kita dijatah untuk memakainya satu jam saja.
Ketersediaan bahan bacaan yang luas bagi publik di sini begitu penting dan diperhatikan oleh pemerintah setempat. Pantas saja, jika saya naik kendaraan umum, entah itu bus, pesawat, atau kereta api, saya sering melihat orang asyik dengan bacaannya masing-masing. Tidak perlu keluar uang untuk bisa membaca buku.
Buku terbaru hingga terklasik dapat diakses. Kalau salah satu perpustakaan tidak punya koleksi buku yang kita inginkan, tidak berarti kita gagal meminjamnya. Kita diminta menunggu dalam waktu satu atau dua minggu, dan dipastikan buku itu akan tersedia. Perpustakaan ini akan mengorder buku tersebut dari perpustakaan lain.
Lain kali, saya ingin mencari perpustakaan a la bonbin.
Labels: Personal